Pulau Perasaan


Suatu ketika terdapat sebuah pulau perasaan tempat tinggal seluruh warga persaan, disana ada kebahagiaan, pengetahuan, kesombongan, kekayaan dan masih banyak lagi, tak lupa disana juga ada cinta.

Pada hari yang telah ditentukan diumumkan kepada seluruh warga perasaan, bahwa pulau perasaan tidak lama lagi akan tenggelam oleh banjir besar, sehingga warga perasaan mempersiapkan kapal-kapal mereka untuk mengungsikan diri.

Cinta masih ingin terus bertahan di pulau perasaan, hingga detik terakhir hancurnya pulau perasaan. Karena cinta lahir di pulau perasaan. Tetapi saat pulau tenggelam, cinta tersadar dan meminta bantuan kepada para warga perasaan yang sebelumnya sudah mempersiapkan perahu, dan perlengkapan mereka untuk mengungsi dari pulau perasaan. Ketika itu kekayaan lewat didepan cinta, dengan kapalnya yang megah.

Cinta berkata, "Kekayaan bolehkah aku pergi bersamamu?" Kekayaan menjawab, "Tidak bisa, kapalku sudah penuh emas, pakaian, dan barang-barang berharga lainnya, tidak ada ruang yang tersisa lagi."


Cinta lalu memutuskan untuk meminta bantuan kepada kesombongan yang melewatinya dengan kapalnya yang indah. "Kesombongan bisakah kau selamatkan jiwaku?", pinta cinta memelas.
"Cintaku sayang kau terlalu basah, nanti kau mengotori kapalku yang indah ini.", jawab kesombongan.

Lalu kesedihan pun tampak berlayar didekat pulau perasaan yang hampir saja semua tenggelam, cinta berteriak memanggil, "hai kesedihan izinkan aku ikut pergi bersamamu", lalu kesedihan menjawab "Duhai cinta aku terlalu sedih saat ini, aku hanya ingin menyendiri, biarkanlah aku sendiri dengan segala dukaku, kamu tidak bisa ikut denganku cinta."

Setelah beberapa saat, kebahagiaan datang tampak dari kejauhan, tetapi dia terlalu bahagia karena berhasil menyelamatkan dirinya hingga telah lupa segalanya, cinta mulai pasrah dengan keadaan yang menimpanya.

Tiba-tiba terdengar suara, "cinta ikutlah denganku", muncullah perahu tua bersama penghuninya yang renta, namun terkesan agung, dan berwibawa. Cinta merasa sangat bersyukur, dia langsung naik perahu. Tanpa diduga perahu tua itu dengan tangguhnya mampu menembus ombak dan badai besar serta mampu mendahului kapal-kapal warga perasaan lainnya.

Diatas perahu, cinta menyaksikan kapal kesedihan yang telah hancur ditengah lautan. Cinta memikirkan betapa malang nasib kesedihan itu. Dan berikutnya cinta melihat keadaan lebih parah lagi menimpa kapal kekayaan, kapal beserta isinya telah hancur lebur dihantam ombak. Tidak lama kemudian, sampailah cinta di pulau seberang dengan nama pulau kedewasaan.

Karena kegirangan selamat dari pulau perasaan yang sudah tenggelam tak bersisa, saat mencapai daratan kering, cinta lupa berterima kasih kepad yang menolongnya, hingga sosok renta tersebut hilang menjauh tertelan oleh cakrawala melanjutkan perjalanannya.

Sadar betapa besar hutang budinya kepada sosok renta tersebut, cinta bertanya kepada pengetahuan, sesepuh warga perasaan yang juga selamat dari amukan banjir.

"Wahai kakek pengetahuan, beritahukan kepadaku siapakah sesosok renta yang menolongku tadi?"

Dia... dia juga pernah menolongku, juga warga perasaan yang lainnya, namun banyak dari mereka yang tak memahami pertolongan darinya. Dan kau takkan dapat berharap bertemu dengannya lagi. Dia datang dan cepat berlalu, dia adalah sang Waktu.

Waktu? Tanya cinta setengah tak percaya, tetapi mengapa sang waktu mau menolongku? pengetahuan tersenyum bijak menjawab, "Ya, karena waktulah yang dapat memahami betapa besar arti sebuah cinta bagi kedalaman hati setiap manusia, saat dalam kerinduan, saat dalam penantian."

Rumah

Seekor kura-kura tampak tenang ketika merayap diantara kerumunan penghuni hutan lainnya. Pelan tapi pasti, ia menggerakkkan keempat tapak kakinya yang melangkah sangat pelan: "Plak...plak...plak!"

Tingkah kura-kura itupun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa dan mengejek. "Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur!" ucap kelinci yang terlebih dahulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.

"Hei kura-kura!" suara tupai ikut berkomentar. "Kalau jalan jangan bawa-bawa rumah. Berat Tau!" Sontak, hampir tak satu pun hewan yang tak terbahak. "Ha...ha...ha...ha!" Dasar kura-kura lamban!" komentar hewan-hewan lain kian marak.

Namun, yang diejek tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali, kura-kura menoleh ke kiri dan kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum. "Apa kabar rekan-rekan?" ucap si kura-kura ramah.

"Teman, tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu jalan. Kamu jadi begitu lambat," ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.

"Tak mungkin aku melepas rumahku," suara kura-kura begitu tenang."Inilah jatidiriku. Melepas rumah, berarti melepas jatidiri. Inilah aku. Aku akan tetap bangga sebagai kura-kura, dimanapun dan kapanpun!" jelas si kura-kura begitu percaya diri.
***
Menangkap makna hidup sebagai sebuah pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa merasa tanpa musuh pun kita sebenarnya sedang bertarung. Karena musuh dalam hidup bisa berbentuk apapun: godaan nafsu, bisikan setan, dan berbagai stigma negatif. Inilah pertarungan merongrong keaslian jatidiri: sebagai muslim, aktivis, dan dai.

Pertarungan tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuhsekali pun. Karena oran-orang yang kalah dalam pertarungan jatidiri bisa lebih dulu mati sebelum benar-benar mati. Ia menjadi mayat-mayat yang berjalan.

Bagian terhebat dari pertarungan jatidiri adalah orang tidak merasa kalah ketika sebenarnya ia sudah mati: mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati kebijaksanaan, dan mati identitas. Karena itu, tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan: inilah aku!
***

Dan sesungguhnya telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka Aku beri tangguh kepada orang-orang kafir itu kemudian Aku binasakan mereka. Alangkah hebatnya siksaan-Ku itu!(Q.S Ar-Ra'd:32)

Begitulah sebaiknya kita. Terlalu memikirkan ejekan dan kritikan terkadang dapat membuat kita tidak fokus dan mudah tergoda untuk melepaskan prinsip yang telah kita pegang erat sehingga gagal mencapai tujuan yang sebelumnya telah kita tetapkan. Akan tetapi yakinlah, selagi kita berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah, InsyaAllah kita akan senantiasa mendapat petunjuk dan tetap dalam "rel" yang benar. Isyhaduu biannaa muslimin (saksikanlah, bahwa aku seorang muslim!).