PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

Rencana pembangunan PLTN di Indonesia sebagai solusi krisis energi belakangan ini menuai protes yang tidak sedikit. PLTN yang muncul sebagai dewa penyelamat bertabir “listrik mudah, aman, dan ramah lingkungan”, tampaknya tidak mudah menghapus deretan daftar dosa nuklir yang sudah mendarah daging di Indonesia. Benarkah Indonesia membutuhkan PLTN sebagai solusi krisis energi berkepanjangan di negeri ini? Rencana pembangunan PLTN pada 2016 yang harus mundur sampai tahun 2020 sudah cukup memperlihatkan betapa Negara kita belum siap menyongsong “dewa penyelamat” energi ini. Hal ini cukup beralasan, karena PLTN tidak bisa dibangun di tempat yang rawan gempa. Hal ini ditakutkan bisa mengakibatkan kerusakan pada komponen vital reaktor yang bisa berakibat fatal. PLTN diagung-agungkan sebagai pembangkit listrik yang murah. Biaya bahan bakar yang diklaim lebih murah, serta biaya operasional yang lebih sedikit dari pembangkit listrik lainnya dianggap sebagai daya tarik utamanya (Indonesia sangat tahu hal ini benar, karena pemerintah umumnya cenderung “pelit” dalam hal memberi dana untuk sesuatu yang penting). Ditambah lagi PLTN adalah salah satu pembangkit listrik yang eco-friendly. Minimnya emisi karbon dan minimnya radiasi (tentunya jika semua prosedur dipatuhi) membuatnya pantas dibangun demi alas an lingkungan hidup yang kini sudah saatnya diberi perhatikan lebih.

Hal yang harus diperhatikan adalah masalah kecelakaan. Kejadian di Chernobyl, Ukraina, sudah cukup untuk menjadi teladan bagi bangsa lain yang ingin membangun PLTN (walaupun sebenarnya hal ini sidebabkan murni human error dan tidak dipatuhinya standar keamanan dengan tidak membangun containment bulding/bangunan penahan). Hal inilah yang mengakibatkan kecelakaan reaktor sebagai masalah yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Resiko radiasi sinar gamma yang beresiko mengakibatkan kanker dan mutasi genetik adalah mimpi buruk bagi setiap orang yang pernah menyaksikannya. Hal yang paling ditakutkan adalah bahwa teknologi ini harus dikerjakan oleh bangsa Indonesia (yang tidak perlu lagi diragukan kelalaiannya). Jangankan PLTN yangmerupakan teknologi termutakhir dalam bidang energi, pembangkit listrik tenaga bahan bakar saja sudah “kelimpungan” di sana-sini jika ada kerusakan, pake nyalahin orang lain lagi. Rencana merekrut ahli dari luar negeri semakin menunjukkan ketergantungan bangsa ini dengan negara luar. Saya rasa hal ini sah-sah saja, selama masih memberikan hasil yang baik yang baik dan tidak merugikan bangsa kita. Jika pemerintah tetap “ngotot” ingin membangun PLTN, maka negara ini harus siap-siap mengalami revolusi kebiasaan besar-besaran pada kebiasaan bangsa ini yang suka “sembrono”. Pemerintah dan BATAN harus bisa memberikan rasa aman bagi penduduk di sekitar PLTN. Penelitian lebih lanjut dan lebih intensif dalam cara mengolah limbah nuklir dan pada proses decomissioning harus dilakukan. Tidak mungkin kita harus menunggu selama 60 tahun (dengan teknologi termutakhir untuk mempercepat limbah nuklir meluruh) untuk menunggu limbah nuklir aman bagi lingkungan. Seharusnya, pemerintah lebih menggalakkan penelitian terhadap sumber energy terbaharui. Bukankah sumber energi terbaharui lebih aman dan ramah lingkungan?
Bukankah sumber energi ini lebih murah? Bukankah potensi energi terbaharui sebagai sumber pendapatan yang menguntungkan setiap orang lebih besar? Memang sumber energi terbaharui tidak menghasilkan daya yang tidak sebanding dengan nuklir, tapi tetap saja manusia sangat membutuhkan rasa aman yang sudah merupakan hak dasar setiap orang.
Jika manusia disuruh memilih antara hidup berkecukupan dengan rasa aman, pastilah setiap orang yang normal akan memilih rasa aman (bukankah jika ada bencana alam semua orang lebih dahulu menelamatkan diri, bukan hartanya?). Untuk itu, jika pemerintah ingin membangun PLTN, sebaiknya dipikirkan lebih lanjut dan lebih mendalam, apa baik dan buruknya. Pemerintah dan para ahli nuklir harus mau bekerja keras dan tidak main-main karena hal ini mempertaruhkan nasib khalayak ramai.
Semoga BATAN tetap menaati visi mereka, menciptakan teknologi nuklir
berkeselamatan handal.

PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

Stigma bahwa nuklir merupakan senjata pemusnah massal sudah melekat pada pemikiran mayoritas masyarakat Indonesia. Nuklir hanya dianggap sebatas bom dan peralatan perang yang memiliki daya ledak sangat besar sehingga orang-orang merasa
takut karenanya. Propaganda melalui media cetak maupun elektronik yang hanya mengekspos bahaya nuklir menimbulkan paradigma sepihak, akibatnya masyarakat menjadi terprovokasi dan menolak pengembangan teknologi nuklir di Indonesia. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh kekurangtahuan mereka tentang teknologi nuklir. Minimnya sosialisasi serta rasa trauma akan peristiwa Chernobyl menimbulkan bayang-bayang gelap di benak masyarakat. Kita harus membuka mata bahwa sebenarnya nuklir juga bisa menjadi jawaban atas krisis energi yang terjadi di bumi. Hanya energi nuklir yang menawarkan solusi efektif guna memerangi keterbatasan energi yang kita miliki. Energi nuklir tidak memancarkan gas rumah kaca sehingga tidak merusak atmosfer. Salah satu pengembangannya dapat kita aplikasikan dengan membangun PLTN.

Teknologi PLTN sangat ramah lingkungan karena tidak menghasilkan karbon dioksida, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. PLTN pun bebas emisi karbon sehingga dapat membantu mengurangi pemanasan global. PLTN juga menghasilkan limbah, namun diproses dengan baik dan tidak dibuang ke lingkungan. Adapun limbah PLTN terbagi menjadi 2, yaitu limbah tingkat tinggi dan limbah tingkat rendah. Limbah tingkat tinggi dapat digunakan kembali untuk bahan bakar PLTN sehingga mampu membangkitkan listrik. Memang biaya untuk infrastrukturnya besar, namun hasilnya nanti dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan PLTN, listrik bisa lebih murah. Walau demikian, sangat disayangkan bahwa pembangunan PLTN di Indonesia seringkali mengalami beberapa kendala. Salah satu faktornya disebabkan karena isu-isu yang berkembang di kalangan masyarakat luas sehingga mereka tidak menyetujui pembangunan PLTN. Adapun penentangan ini salah satunya berakar dari budaya korupsi di Indonesia yang sudah merajalela. Bayangkan apabila terjadi korupsi bahan bangunan dalam pembangunan PLTN (seharusnya menggunakan baja dengan kualitas terbaik, namun dibelikan baja dengan kualitas biasa saja), pastilah akan menimbulkan bencana yang sangat besar bagi manusia dan lingkungan. Selain itu, masyarakat juga masih khawatir akan terjadinya radiasi. Meskipun beton dengan tebal satu setengah meter mengelilingi seluruh sisi bangunan, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kebocoran. Bahkan lubang yang sangat kecil sekalipun dapat berakibat fatal. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi isu-isu yang tumbuh berkembang di masyarakat, dibutuhkan kerja sama yang baik dan hubungan yang terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus memberikan anggaran yang transparan kepada publik, sehingga publik dapat ikut serta memantau dan mengawasi kerja pemerintah setiap saat. Masyarakat juga diharapkan dapat mendukung dan memberikan kepercayaan pada pemerintah, sebagai wakil rakyat, untuk dapat mengelola rumah tangga negara ini dengan baik. Memang bukan tidak mungkin kalau suatu saat nanti akan timbul dampakdampak negatif dari PLTN, namun perlu digaris bawahi bahwa setiap kecelakaan, radiasi, atau hal membahayakan lainnya hanya akan terjadi apabila terdapat kesalahan manusia (human error). Maka dari itu sangat diperlukan pengawasan yang ketat selama 24 jam, baik dalam proses pembangunan maupun pengoperasian PLTN.
Dalam pengelolaannya, keselamatan harus menjadi prioritas paling utama. Untuk itu, PLTN harus dibangun pada lahan yang stabil, yang terhindar atau terbebas dari fenomena-fenomana alam yang mengancam, seperti gempa bumi, vulkanologi, tsunami, dsb. Pembangunannya harus jauh dari tempat pemukiman penduduk, misalnya di luar Pulau Jawa. Tempat-tempat yang dapat membahayakan keberadaan PLTN juga harus dihindari, seperti bandara, gedung amunisi militer, dll. Selain itu, PLTN harus dibangun di lokasi yang mampu memasok cadangan listrik yang cukup guna memperlancar pengoperasiannya, serta diperlukan adanya peraturan, pengawasan, serta kedisiplinan tinggi dari semua pihak yang terlibat. Operator dan pengawas harus terdiri dari orang-orang yang berdedikasi dan berkompeten. Teknologi yang digunakan pun harus teknologi yang sudah teruji dengan system pertahanan berlapis. Karenanya, pemerintah harus memberi gaji yang memadai untuk para pekerja PLTN, sebab demi pekerjaan ini mereka harus menanggung resiko yang besar.
Mengingat begitu signifikannya perkembangan teknologi ke depan, kita tidak mungkin meninggalkan dan melupakan teknologi nuklir begitu saja. Selain menjadi solusi bagi krisis energi, teknologi nuklir pun dapat mengatasi krisis yang lain, seperti krisis air bersih yang diperlukan untuk konsumsi manusia dan irigasi. Nuklir dapat menjadi jawaban untuk krisis nasional jangka panjang, juga sangat membantu kelangsungan hidup manusia karena dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti kedokteran, pertanian, peternakan, hidrologi, industri, dan pangan. “Janganlah takut terhadap sesuatu yang belum diketahui. Dengan ilmu, sesuatu yang berbahaya bisa menjadi aman” merupakan kutipan dari sebuah cover buku yang layak kita tanamkan dalam pikiran kita. Suatu saat nanti, ketika bangsa kita sudah berhasil memajukan teknologi nuklir, kita dapat membagikan pengetahuan tersebut kepada negara-negara lain sehingga kita dapat turut menciptakan perdamaian dunia melalui sains.

Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

Proyek Manhattan yang disponsori pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1930-an telah menjadikan ilmu pengetahuan tentang reaksi nuklir sebagai sebuah senjata yang mengerikan dengan dalih menciptakan perdamaian untuk menciptakan tatanan dunia baru. Dengan alasan mengakhiri Perang Dunia Ke-2, dua kota di Jepang menjadi saksi dahsyatnya efek yang ditimbulkan oleh bom nuklir tersebut. Sebagai catatan, sampai saat ini hanya Amerika Serikat saja yang pernah menggunakan senjata nuklir pada pertempuran sebenarnya. Mungkin sejak saat itu masyarakat dunia mempunyai sudut pandang lain yang tidak bijak mengenai nuklir, walaupun menurut perhitungan sebenarnya bom nuklir tidak seberapa mengerikan jika dibandingkan dengan bom hidrogen. Ditambah lagi dengan kejadian-kejadian lain seperti insiden yang terjadi di Chernobyl, Rusia, dimana ratusan orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi dikarenakan ledakan di instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut. Film-film
Holywood juga memperparah persepsi keliru tersebut dengan seringnya menempatkan nuklir sebagai bagian dari tokoh antagonis yang ingin merusak tatanan dunia.

Pemanfaatan teknologi nuklir sebagai sumber energi telah lama dilakukan di negara-negara maju seperti AS, Perancis, Jepang, atau negara yang mempunyai kepentingan politis seperti India, Pakistan, dan Iran. Secara ekonomis, sumber energi radioaktif ini lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil yang dimungkinkan tidak akan bertahan dalam waktu seratus tahun lagi. Cadangan zat radioaktif, salah satunya uranium, di dunia ini bila dikonversi ke satuan energi secara matematis jauh lebih besar jika dibandingkan dengan cadangan bahan bakar fosil yang ada. Sehingga bisa memberikan waktu yang lebih dari cukup kepada umat manusia untuk mencari sumber energi alternatif lainnya jika suatu saat energi nuklir juga habis. Sebenarnya penggunaan elemen nuklir tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari dan memberikan manfaat yang tidak sedikit. Selain sebagai sumber energi, zat radioaktif tersebut juga digunakan dalam berbagai bidang misalnya aplikasi MRI dalam bidang kesehatan, rekayasa genetik bibit dalam pertanian hingga dalam pengetahuan eksplorasi luar angkasa.
Indonesia, terutama pulau jawa sebagai nadi perekonomian bangsa dalam beberapa tahun kedepan akan mengalami defisit energi yang semakin parah jika tidak segera ditanggulangi. Peningkatan kebutuhan listrik untuk sektor rumah tangga dan industri tidak sejalan dengan tingkat pertumbuhan pembangkit listrik nasional. Hal tersebut jika dibiarkan akan mengakibatkan kemunduran ekonomi secara agregat dan kekacauan sosial akibat semakin seringnya pemadaman bergilir. Oleh karena itu untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah menggulirkan rencana pembangunan PLTN pertama di Muria.
Pada dasarnya Indonesia mempunyai sumberdaya manusia dan alam yang lebih dari cukup untuk membangun dan mengoperasikan instalasi energi nuklir, bahkan diperkirakan cadangan tambang uranium Indonesia bisa dimanfaatkan hingga ratusan tahun. Diharapkan dengan energi yang relatif murah ini, tercipta multiplier effect sehingga kesejahteraan bangsa bisa terangkat dan kompetensi di dunia Internasional semakin meningkat. Secara garis besar, masyarakat Indonesia terutama kalangan industri antusias dan menyambut baik dengan rencana pemerintah untuk mendirikan pembangkit tenaga nuklir karena secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian bangsa dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru selama beberapa dekade ke depan. Kedepannya, pembangunan PLTN di luar jawa juga akan memberikan kontribusi positif terhadap sosial ekonomi dan pertahanan Indonesia secara keseluruhan.
Selama ini riset dan pemanfaatan sumber nuklir di Indonesia belum mencapai taraf pemanfaatan secara massal dikarenakan tarik ulur politik Indonesia di dunia internasional yang tidak menginginkan dominasi negara maju terhadap nuklir tergoyahkan. Untuk di dalam negeri sendiri, kendala terjadi karena belum adanya sosialisasi yang tepat tentang tentang nuklir tersebut. Sebagian kecil masyarakat cenderung antipati dikarenakan belum paham betul tentang isu tersebut. Disinilah tugas pemerintah untuk memberikan gambaran obyektif tentang apa yang sebenarnya terjadi seperti yang diuraikan diatas.
Memang energi nuklir bukannya tanpa risiko. Dalam pengoperasiannya, standar operasi dan prosedur harus dilaksanakan. Pemeliharaan dan evaluasi setiap saat merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar. Sebagai contoh, insiden yang terjadi di Chernobyl pada tahun 1980an di curigai akibat kelalaian manusia yang berujung maut. Belum lagi sampah nuklir sebagai residu dari reaksi berantai, bisa menimbulkan pencemaran radioaktif jika tidak diolah dan dikemas dengan sempurna. Sampah tersebut
cenderung tidak bisa didaur ulang. Sebagai catatan, radiasi mematikan dari sampah tersebut tidak akan hilang dalam waktu ratusan tahun. Dari sisi kesehatan, banyak kasus terjadi bahwa pekerja di PLTN mengalami keracunan radioaktif akibat terpapar radiasi dalam waktu relatif lama saat bekerja di instalasi nuklir. Pada dasarnya tidak ada benda yang bisa mengisolasi radiasi nuklir dengan sempurna, termasuk timbal. Oleh karena itu semakin sedikit kontak fisik langsung manusia dengan nuklir, maka semakin baik. Faktor geologi juga berperan penting dalam pendirian sebuah instalasi energi nuklir.
Atas dasar itu juga pemerintah berencana memilih daerah Muria sebagai tempat pertama
untuk membangun instalasi karena tempat tersebut kondisi geologinya relatif stabil dan jauh dari akses sebagian besar penduduk untuk mengeliminasi kemungkinan yang
timbul. Suatu saat nanti dengan semakin banyaknya PLTN yang dibuat di Indonesia,
saya berharap ketimpangan sosial antara pulau-pulau akan berkurang dan bangsa Indonesia bisa menatap masa depan dengan lebih cerah dan sejajar dengan negara maju
lainnya. Amin

Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

A. Isu Proyek Pembangunan PLTN
Tenaga Nuklir kian ramai dibicarakan dalam setiap pertemuan-pertemuan penting di berbagai belahan dunia. Indonesia pun turut andil dalam pengembangannya. Bila dilihat dari sejarah dan pengalaman bangsa Indonesia, sebenarnya nuklir bukanlah barang baru bagi Indonesia. Terbukti pada tahun 50-an Presiden pertama Indonesia Soekarno sudah mulai mewujudkan visi tentang energi nuklir, dengan harapan Indonesia akan diakui oleh dunia internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Alasan utama Indonesia dalam pengembangan PLTN adalah kebutuhan energi yang besar oleh masyarakat Indonesia dengan populasi penduduk yang sangat padat.
Banyak masyarakat Indonesia yang menentang pembangunan PLTN karena dianggap hanya akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Setiap permasalahan memiliki solusi, sikap optimistis perlu diterapkan untuk proyek besar seperti ini. Para peneliti yang bekerja pada BATAN (Badan Peneliti Atom Nasional) melalui sarana dan fasilitas yang ada melakukan riset teknologi nuklir untuk pengembangan industri nuklir seperti teknologi reaktor dan keselamatan nuklir dengan menggunakan reaktor riset berdaya 30 MWth, fabrikasi bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan radiasi dan lingkungan dilakukan dalam rangka persiapan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Adapun dasar pertimbangan pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik yang lebih jelas dan tegas, tercantum pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang. Cukup jelas keseriusan pemerintah dalam perencanaan pembangunan PLTN maka masyarakat tidak perlu merasa takut berlebih karena pastinya para peniliti berpikir panjang mengenai pengelolaan limbah nuklir.
B. Pemanfaat Tenaga Nuklir
Tenaga nuklir diharapkan bisa menjadi sumber energi masa depan Indonesia. Karena tenaga nuklir memiliki manfaat yang sangat banyak. Dengan adanya tenaga nuklir, diyakini bisa menambah pasokan listrik di Indonesia, terutama di pulau padat penduduk seperti yang ada di pulau Jawa. Selain itu diharapkan masyarakat Indonesia
tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap petroleum, dengan demikian Indonesia dapat memproduksi minyak bumi lebih banyak. Selain itu, emisi gas dapat berkurang.
Tenaga nuklir juga dimanfaatkan pada bidang-bidang lainnya seperti bidang pertanian, peternakan, hidrologi, industri, kesehatan, penggunaan zat radioaktif dan sinar-X untuk radiografi, logging, gauging, analisa bahan, kaos lampu, perunut (tracer) dan lain-lain. Dalam bidang penelitian terutama banyak dilakukan oleh BATAN mulai dari skala kecil sampai dengan skala besar. Pemanfaatan dalam bidang kesehatan dapat dilihat seperti untuk diagnosa, kedokteran nuklir, penggunaan untuk terapi dimana radiasi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker.
C. PLTN butuh lokasi yang tepat
Salah satu hal penting dalam perencanaan adalah lokasi pembangunan. Ada beberapa hal yang dikhawatirkan, yakni secara geografis cukup banyak wilayah Indonesia yang berada di atas patahan-patahan tektonik yang rentan akan gempa bumi. Sehingga lokasi yang tepat adalah lokasi yang tidak rawan terhadap gempa bumi. Badan Peneliti Atom Nasional telah meneliti sejumlah wilayah di pulau Jawa yang kira-kira tepat untuk proyek pembangunan PLTN, dan berita terakhir menyebutkan bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang dituju. Pihak BATAN berpendapat, wilayah Jepara dinilai aman dari patahan-patahan tektonik yang menyebabkan gempa, dan juga letak geografisnya yang di ujung pantai juga strategis dalam mendukung teknologi pendingin sisi nuklir yang akan menggunakan air laut.
Namun sepertinya hal itu kurang tepat mengingat populasi penduduk yang padat di pulau Jawa dan dipastikan lokasi pembangunan tidak jauh dari pemukiman penduduk, kita pun perlu mengingat limbah nuklir yang sangat berbahaya. Di samping itu pembangunan PLTN berarti membuka lapangan kerja baru yang mendorong masyarakat berbondong-bondong pergi ke pulau Jawa dan akan menambah kepadatan penduduk. Sehingga program transmigrasi pemerintah akan terhambat. Hal penting lainnya adalah, kondisi tanah Jawa sangat subur untuk pertanian dan masih produktif. Rasanya kurang bijaksana apabila harus mengorbankan sisi produktifitasnya. Lokasi yang cukup tepat adalah seperti lokasi reaktor nuklir di Gorontalo, karena menurut penelitian lahannya sudah tidak produktif lagi dan jauh dari pemukiman penduduk.
D. Indonesia Telah siap
Menurut BATAN, diantara negara-negara berkembang dan pendatang baru di bidang pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik, Indonesia dinilai yang paling maju terutama dari kesiapan SDM dan infrastruktur, termasuk dalam aspek safeguards. Amerika Serikat dan Rusia pun telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Indonesia dalam proyek pembangunan reaktor nuklir, hal ini menunjukkan kepercayaan mereka terhadap potensi nuklir yang dimiliki Indonesia.
Kini hanya tinggal menunggu kesiapan masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah dan peneliti harus segera melakukan publikasi dan sosialisasi mengenai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Karena masyarakat Indonesia masih kurang akan pengetahuan tenaga nuklir. Diharapkan agar masyarakat dapat melihat berbagai macam perspektif dan dapat berpikir kritis untuk kepentingan bersama.
Situasi berubah cepat mengikuti alur waktu. Masyarakat Indonesia harus jeli melihat kemajuan teknologi yang dan berpikir terbuka terhadap hal-hal baru namun tetap selektif.